Papua
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PAPUA SEBAGAI “RUANG BUANGAN SOSIAL NASIONAL”: KOLONIALISME STRUKTURAL, MIGRASI, DAN PEMISKINAN ORANG ASLI PAPUA (OAP).

PAPUA SEBAGAI “RUANG BUANGAN SOSIAL NASIONAL”: KOLONIALISME STRUKTURAL, MIGRASI, DAN PEMISKINAN ORANG ASLI PAPUA (OAP).

Oleh: Dr.Timed Magayang.




                Abstrak


 

Tulisan ini menganalisis penderitaan struktural Orang Asli Papua (OAP) dari perspektif kependudukan, ekonomi politik, sosial, dan kebijakan negara. Dengan pendekatan teori settler colonialism, ekonomi politik pembangunan, dan teori negara modern, artikel ini menunjukkan bahwa marginalisasi OAP bukan akibat kegagalan individu, melainkan akibat desain kebijakan negara yang memfasilitasi migrasi massal, membuka eksploitasi sumber daya alam, dan menutup akses ekonomi OAP terhadap pasar formal. Otonomi Khusus yang seharusnya menjadi instrumen keadilan justru tidak mengubah struktur dominasi negara. Papua pada akhirnya tidak sekadar “tertinggal”, tetapi diproduksi sebagai wilayah miskin melalui kebijakan negara.

Kata kunci: "Papua, orang asli Papua, colonialisme internal, migrasi, ekonomi politik, Otonomi Khusus".

 

 

1. Pendahuluan.

 

Sejak Aneksasi Papua ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dibangun lebih sebagai ruang eksploitasi sumber daya ketimbang sebagai ruang kehidupan manusia Papua. Papua diposisikan sebagai wilayah strategis nasional, namun rakyatnya ditempatkan sebagai objek administrasi, bukan sebagai subjek pembangunan. Perubahan status Papua menjadi enam Provinsi tidak otomatis memperbaiki relasi kuasa antara negara dan warga adat. Sebaliknya, fragmentasi wilayah justru memperluas kontrol birokrasi pusat dan memperdalam ketimpangan lokal.

 

Kajian seperti yang dilakukan Richard Chauvel (2005) menunjukkan bahwa sejak awal Aneksasi, Papua tidak pernah diberi ruang politik sejati untuk menentukan arah pembangunan sendiri. Negara hadir bukan sebagai protector, melainkan sebagai regulator yang dominan.

 

 

2. Perspektif Teoretis: Papua dalam Kerangka Settler Colonialism.

 

Konsep settler colonialism menegaskan bahwa kolonialisme tidak hanya terjadi melalui pendudukan militer, tetapi melalui migrasi terstruktur dan dominasi ekonomi kelompok pendatang atas masyarakat pribumi.

 

Menurut Patrick Wolfe (2006), kolonialisme pemukim bekerja melalui “penghapusan penduduk asli secara perlahan melalui kebijakan, tanah, dan demografi.” Migrasi besar-besaran ke Papua sejak Orde Baru bukan sekadar mobilitas penduduk, tetapi merupakan rekayasa komposisi sosial yang menyingkirkan OAP dari ruang hidupnya sendiri. Pendatang menguasai ruang ekonomi, sementara OAP terjebak dalam ekonomi subsisten.

 

3. Dimensi Kependudukan: OAP Menjadi Minoritas di Tanah Sendiri.

 

Transmigrasi negara dan migrasi spontan telah mengubah struktur demografi Papua. Di kota-kota besar seperti  : Sorong, Merauke, Jayapura dan Timika, OAP bukan lagi mayoritas malah menjadi minoritas diatas tanah nya sendiri. Negara tidak pernah menyusun kebijakan proteksi demografis, malah memelihara secara sengaja.

 

Menurut kajian LIPI (Papua Road Map), migrasi tidak dikontrol sebagai kebijakan sosial, tetapi sebagai strategi pembangunan ekonomi (Widjojo et al., 2010). Ini berdampak pada:

1. Dominasi pendatang dalam sektor informal dan formal

2. Penggusuran tanah adat

3. Marjinalisasi OAP ke daerah pinggiran

 

Papua tidak dirancang sebagai rumah OAP, tetapi sebagai lapangan ekonomi bagi aktor luar.

 

4. Dimensi Ekonomi: Eksklusi Sistemik dalam Akses Modal.

 

Struktur ekonomi Papua memperlihatkan ketimpangan tajam. Perbankan nasional seperti Bank Mandiri, BNI, dan BRI menerapkan standar perbankan umum (sertifikat, jaminan, laporan usaha) yang tidak sesuai dengan sistem adat Papua.

 

Akibatnya:

1. OAP tidak mengakses kredit

2. Pendatang memperoleh modal

3. Pasar dikuasai non-OAP

4. Orang Papua menjadi buruh atau tersisih

 

Laporan World Bank (2017) menyebut situasi ini sebagai exclusionary development: pertumbuhan ekonomi yang memperkaya satu kelompok dan memiskinkan yang lain.

 

5. Dimensi Sosial: Produksi Kemiskinan Struktural.

 

Kemiskinan Papua bukan soal kemalasan, melainkan kegagalan sistem sosial negara. Pendidikan di daerah adat tidak pernah dikembangkan sebagai pembangunan berbasis budaya. Kesehatan pun minim infrastruktur.

 

Menurut laporan Amnesty International (2018), kemiskinan dan represi negara berjalan berdampingan di Papua. Negara gagal menjamin:

 

1. Akses pendidikan yang layak

2. ayanan kesehatan dasar

3. Keamanan sosial dan politik

 

Kemiskinan menjadi kondisi permanen, bukan transisi.

 

 

6. Dimensi Politik: Otonomi Khusus sebagai Ilusi Administratif.

 

Otsus semestinya menjadi instrumen keadilan, tetapi dalam praktiknya hanya menciptakan elite lokal yang kaya. Negara tetap mengontrol:

 

1. Sumber daya alam 

2. Aparat keamanan

3. Kebijakan fiskal

4. Arah pembangunan

 

Dalam perspektif James C. Scott (1998), negara seperti ini gagal memahami lokalitas dan menggantikannya dengan sistem administratif kaku yang tidak manusiawi.

 

 

7. Dimensi Lingkungan: Alam Dihabisi, OAP Dikorbankan.

 

Eksploitasi tambang dan hutan menghilangkan ekologi sekaligus kebudayaan Papua.

 

Laporan Greenpeace (2019) mengungkap Papua mengalami deforestasi masif. Kerusakan hutan berarti:

 

1. Hilangnya pangan tradisional

2. Punahnya budaya

3. Konflik tanah

4. Kerusakan air bersih

 

8. Kesimpulan.

 

_Papua tidak gagal.

_Papua dibuat gagal.

_Papua tidak miskin.

_Papua dimiskinkan.

_Papua bukan wilayah konflik.

_Papua adalah wilayah ketidakadilan struktural.

 

 

DAFTAR PUSTAKA.

 

1.  Chauvel, R. (2005). Constructing Papuan nationalism. East West Center.

2.  Scott, J. C. (1998). Seeing like a state. Yale University Press.

3.  Widjojo, M. S., et al. (2010). Papua Road Map. LIPI.

4.  Wolfe, P. (2006). Settler colonialism and the elimination of the native. Journal of Genocide Research, 8(4), 387–409.

5.  World Bank. (2017). Indonesia economic quarterly.

6.  Amnesty International. (2018). Killing with impunity in Papua.

7.  Greenpeace Indonesia. (2019). Forest destruction in Papua.

8.  Escobar, A. (1995). Encountering development. Princeton University Press.

 

Post a Comment for "PAPUA SEBAGAI “RUANG BUANGAN SOSIAL NASIONAL”: KOLONIALISME STRUKTURAL, MIGRASI, DAN PEMISKINAN ORANG ASLI PAPUA (OAP)."